Allah-lah satu-satunya pemberi rizki. Ia adalah “al-Razzaq”, yang Maha memberi rizki. Allah menciptakan semua jenis rizki itu dan Allah pula yang memberikannya kepada makhluk-makhluk-Nya.
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzariyat: 58)
Sebagaimana Allah adalah satu-satunya pencipta, Allah pulalah satu-satunya pemilik dan pemberi rizki. Allah membagi-bagikan rizki itu kepada siapa saja yang dikehendakinya.
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia…” (Az-Zukhruf: 32)
Allah meluaskan dan menyempitkan rizki itu kepada siapa saja yang diinginkan-Nya, tentu untuk hikmah tertentu dan sejalan dengan sifat adil-Nya. Perhatikan beberapa firman Allah berikut ini:
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Al-Isra: 30)
“Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba- hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ankabut: 62)
“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Saba: 36)
Perlu diingat, bahwa Allah tidak memberikan rizki duniawi itu kepada orang yang berambisi saja, namun juga bagi orang yang tidak menginginkannya. Senyatanya, betapa banyak orang yang berambisi mengejar rizki itu, hingga seluruh hidupnya hanya ia pertaruhkan untuk mencarinya, namun Allah tidak memberikannya. Hidupnya justru sengasara dalam kemiskinan. Celakanya, ia semakin sengsara dengan ambisinya yang terus mendesak-desak.
Sebaliknya, banyak orang yang mampu berlaku zuhud, pola hidupnya sederhana dan tidak begitu berambisi mendapatkan kehidupan dunia, namun ia adalah seorang yang kaya raya. Allah berikan harta kepadanya, untuk kemudian Allah semakin memuliakannya dengan harta tersebut. Semua itu karena rizki adalah hak Allah.
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra: 18)
Rizki langit
Rizki itu ada di langit. Dari atas lah Allah menurunkan rizki-Nya. Allah berfirman,
“Dan di langit terdapat rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22)
Syaikh as-Sa’di –rahimahullah- mengatakan bahwa yang dimaksud “di langit” dalam ayat ini adalah sumber-sumber rizki. Diantaranya air hujan dan ketentuan-ketentuan Allah. Rizki langit ini mencakup rizki agama dan dunia.
Untuk itu manusia seharusnya tidak terlalu khawatir, takut, sedih dan tamak. Karena rizki sesungguhnya janji Allah dari langit. Siapa pun makhluk Allah itu, shaleh atau durhaka, taat atau sesat, akan Allah berikan jatah rizkinya sesuai dengan ketentuan-Nya.
Manusia harus yakin, bahwa Allah telah menentukan dengan sangat adil dan bijaksana semua yang manusia butuhkan di dunia ini, hingga batas waktu yang juga telah Allah tentukan. Manusia tidak akan mati sebelum menghabiskan seluruh jatah rizkinya, persis seperti yang pernah dituliskan pada saat ia berumur empat bulan dalam kandungan ibunya.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah –orang yang benar dan dibenarkan- menceritakan kepada kami, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empatpuluh hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama empatpuluh hari juga, kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari juga. Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya lalu ia meniupkan ruh kepadanya dan diperintah untuk menuliskan empat perkara: menuliskan rizki, ajal dan amalnya, serta ia menjadi orang yang bahagia atau sengsara.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim)
Tidak akan ada yang terlewat. Semua makhluk akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam lembar takdir yang terjaga. Manusia hanya dapat berusaha, tidak dapat sedikit pun menentukan. Hanya bisa memohon, tidak bisa menjamin apa pun. Untuk itu upayakanlah rizki tersebut dengan niat ikhlas dan tidak keluar dari areal perbuatan mencari keridhoan Allah tabaraka wa ta’ala. Niscaya rizki dunia itu kelak berbuah rizki yang mulia.
Beribadah kepada “Ar-Razzaq”
Allah sebagai pemberi rizki adalah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan. Manusia akan mengakui bahwa Allah adalah pemberi rizki, sebagaimana Allah adalah pencipta, pengurus, raja dan penguasa semesta ini. Manusia beserta makhluk Allah yang lain hanya tunduk pada aturan dan ketetapan-Nya yang azali.
Kenyataan ini kemudian Allah jadikan sebagai salah satu hujjah atas manusia tentang keberhakan Allah dalam hal ubudiah atau penyembahan. Jika Allah satu-satunya yang memberi rizki, maka selayaknya kemudian manusia hanya menghambakan dirinya kepada Allah, beribadah dengan mentauhidkan-Nya. Argumentasi dengan logika ini Allah nyatakan berulang-ulang dalam Al-Quran. Diantaranya firman Allah taala,
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 22)
Selain Allah, tidak ada yang mampu mendatangkan rizki kepada siapapun makhluk. Untuk itu penyembahan kepada selain Allah (syirik) termasuk kezaliman yang paling besar. Karena sesembahan yang manusia sembah selain Allah itu sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan tidak mampu memberi manfaat sedikit pun. Termasuk diantaranya memberi rizki. Allah menjelaskan tentang perbuatan orang-orang musyrik dalam hal ini,
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit jua pun).” (An-Nahl: 72)
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.” (Al-‘Ankabut: 17)
Lalu atas dasar apa orang-orang musyrik itu menyekutukan Allah? tidakkah mereka berfikir? Tidakkah mereka berakal?
Allah sering menyinggung kemampuan nalar dan berfikir manusia untuk membuktikan bahwa kesyirikan jelas tidak sesuai dengan akal sehat. Kehujahan rizki dalam kekuasaan Allah semata atas kewajiban tauhid tentu tidak mungkin bisa diingkari oleh siapapun yang mau berfikir, menggunakan dan mengikuti akalnya, serta menjauhi ajakan hawa nafsunya. Itulah orang-orang yang kembali kepada jalan Allah, orang-orang yang mampu mengambil pelajaran.
“Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).” (Al-Mu’min: 13)
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al-Jatsiah: 13)
Ini adalah konsep yang pertama kali harus manusia fahami dalam konteks mengusahakan rizki. Rizki sebagai pemberian Allah itu pertama kali harus manusia syukuri dengan melaksanakan amal-amal ketauhidan, membentengi diri dari keyakinan-keyakinan serta perbuatan-perbuatan yang dapat mencacati tauhid.
Dengan demikian, tauhid adalah pangkal pertama kesyukuran manusia atas rizki Allah di dunia ini. Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, jika tauhid belum betul-betul murni dan kuat tertanam dalam hati seseorang. Semakin kuat pemahaman dan pengamalan tauhid seseorang, semakin benarlah pandangan, orientasi dan caranya dalam mencari rizki Allah di dunia ini.
(Abu Khaleed)
No comments:
Post a Comment