“Barang siapa menikah karena wajah dan harta,
dia tak akan mendapatkan keduanya.
Barang siapa menikah atas dasar agama,
dia akan dicukupkan keduanya.”
Kalimat di atas ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman dasar bagi yang mau memasuki perkawinan. Fondasi utama dan nawaitunya (niat) diingatkan oleh Rasul, haruslah bersandar pada agama, melaksanakan sunnah Rasul (ibadah); jika ingin rumah tangga itu menjadi surga dunia.
Jika anda menikah bertitik tolak karena wajah, sudah pasti hanya akan bertahan sampai wajah itu mulai mengkerut, lusuh atau keriput. Bahkan, bisa jadi hanya sesaat. Karena aroma bosan mudah menghinggapi manusia.
Tak usah menunggu terlalu lama, pernikahan yang berlandaskan wajah itu, akan mudah diwarnai ketakpuasan dan kekecewaan. Karena itu tadi, ukurannya hanya pandangan fisik, wajah, yang betapapun cuantik dan gantengnya, pasti ada titik jenuh alias bosan kalau dipandang terus menerus.
Anda tak pernah bosan bukan, memandang anak sendiri? Karena anda melihat anak dengan cinta dan kasih sayang. Bukan melihat wajahnya. Ada joke, secantik-cantik anak orang masih kalah cantik sama anak sendiri. Secantik-cantik istri sendri, kalah cantik dengan istri orang atau gadis seberang. Lagi-lagi, kalau ukurannya sekedar wajah.
Lalu, harta? Ah, ini lebih ruwet lagi. Tak mudah manusia bersyukur, menerima apa adanya bila menyangkut harta. Apalagi, bila titik awalnya, sudah mencari kepuasan harta. Tak akan pernah ada manusia yang dapat dipuaskan dengan harta berapa pun jumlahnya, bila titik berangkatnya mencari kepuasan harta. Dapat sedikit mengeluh, mendapat banyak pun mengeluh, kalau ukurannya harta.
Saat baru menikah, anda mungkin puas dengan harta suami/istri. Tapi itu tadi, tak ada manusia yang puas dengan harta bila tidak tolaknya atau ukurannya jumlah harta. Ketakpuasan bisa lebih cepat muncul, bila titik awal perkawinan adalah harta.
Apalagi, kalau misalnya, tiba-tiba harta itu lenyap? Karena niatnya harta, maka akan berlaku dictum, ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang.
Niat agama, bermodalnya mawaddah wa rahmah, cinta dan kasih sayang, secara duniawi akan mengarahkan suami-istri pada kesadaran potensi diri. Akan berupaya bersama-sama memenuhi kebutuhan hidup. Sulit bersama, senang pun bersama.
Cinta dan kasih sayang, secara psikologis dan social akan menumbuhkan sikap saling menerima dan memelihara. Mempertautkan keduanya, dengan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing. Subtasinya, ikatan batin, rohani. Manusia benar-benar dipandang utuh, sebagai manusia; yang tidak hanya dilihat dari sisi fisiknya.
Ah, rumah tangga seperti itu, insya Allah, dapat menjadi surga, yang mententramkan. Amin.
*Terinspirasi artis yang menikah karena wajah dan harta.
No comments:
Post a Comment